Kenali teknik pengelabuan yang ditawarkan sebagai Tabung Emas, Kredit Emas, dan sejenisnya. Secara umum disebut 'Gold Investment Account'.
Skema 'Berkebun Emas' sudah terbukti banyak merugikan, dan menelan banyak korban. Di luar itu, masyarakat acap mendapatkan penawaran 'investasi emas' lain, dalam bentuk jual beli emas dengan keuntungan besar, antara lai ada yang memberikan 1-2% keuntungan per bulan. Ada juga yang menawarkan sekadar sebagai tabungan, tanpa ditawari keuntungan (atau bunga dalam hal ini), tapi ditawari harga emas yang jauh lebih murah dari harga pasaran. Istilah yang dipakai adalah 'gold investment account' (GIA). Di Malaysia produk ini ditawarkan oleh beberapa bank komersial utama, seperti CIMB, MBB (Maybank), UOB (United Overseas Bank), dan PBB (Public Bank).
Di Indonesia tampaknya belum ada bank yang manawarkan GIA ini, tapi justru jenis yang pertama di atas, yaitu 'jual beli emas' dengan keuntungan bulanan. Ditawarkan oleh beberapa pihak. Variasi lain adalah 'kredit emas' yang pada dasarnya menerapkan prinsip yang sama hanya dibayar secara cicilan. Malah ada yang menyebutnya sebagai 'tabung Dinar'. Lebih jauh lagi ada yang ditawarkan untuk mendapatkan keuntungan dengan cara 'bagi hasil' dari jual beli emas, dalam hal ini koin Dinar. Tetapi waspadalah karena di situ boleh jadi hanyalah tipu-tipu semata, termasuk GIA dari bank-bank besar di atas.
Bapak Dean Arif, dari Universitas Sains Islam, Malaysia, pada 22 Desember 2012, di acara Dinihari Dinar, Kuala Lumpur, memberikan penjelasannya. Dalam rekaman video penjelasan ini bisa dilihat melalui youtube dengan link sebagai berikut:Gold Investments Account ...The Truth !!!
Cara kerja GIA adalah sebagai berikut. Bila Anda membeli emas dan menabungkan pada mereka, melalui GIA itu, anda akan menerima buku 'tabungan emas' yang serupa dengan buku tabungan uang kertas, dengan saldo emas sebesar yang anda miliki. Misalnya suatu saat anda membeli 10 gr emas. Bank-bank penyelenggara GIA ini langsung akan membeli emas, secara elektronik, dengan mengambil selisih harga sebanyak 5% ke pemasoknya. Pemasoknya adalah 'Bank emas', yaitu LBMA, Goldman Sach, HSBC, dan JP Morgan. Pada gilirannya 'bank emas' ini juga hanya akan memberikan catatan saja kepada bank penyelenggaran GIA.
Mereka tahu berdasarkan pengalaman hanya 1% saja nasabah yang benar-benar meminta emas fisiknya. Selebihnya, akan tetap menitipkan emasnya kepada mereka, dan kalaupun suatu saat memerlukan uang akan langsung 'menjualnya' kepada pihak bank, dan hanya menerima uang kertasnya. Maka pihak bank hanya akan menyediakan 1% emas fisiknya, 99% hanya berupa catatan di atas kertas. Ini pun, sejak tahun lalu, tidak lagi dilakukan - dan 100% hanya berupa 'emas kertas'. Pada saat nasabah mencairkan emasnya akan dikenai berbagai 'fee', yang akan membuat harga emas sama atau lebih tinggi dari harga pasaran.
Selain pada akhirnya harga lebih murah yang dijanjikan tidak diperoleh, ada dua hal pokok yang perlu dipahami. Pertama, dengan hanya memberikan catatan di atas kertas kepada pemilik emas, pihak penyelenggaran dapat menjual satu unit emas (katakanlah 1 kg) kepada 99 pembeli lain. Maka, penyelenggara mendapatkan keuntungan yang tak terkirakan, bukan? Kedua, bila para pemilik emas pada suatu titik meminta emas fisiknya, maka hanya seorang saja yang akan memperolehnya dengan segera. Sisanya, 99 orang, harus menunggu disediakan emasnya atau tidak mustahil bahkan tidak ada emasnya sama sekali.
Meski tidak persis sama, dan dalam sekala yang masih belum massif, di Indonesia ada sejumlah pihak yang menawarkan kredit emas dengan atau tanpa kombinasi 'tabung emas'. Bahkan ada yang memanipulasi Dinar emas dengan cara serupa, berkedok sebagai 'tabung Dinar' dengan cara orang mecicil Dinar - meski tidak dikenai bunga - dengan ketetapan misalnya 0.1 Dinar sekali mencicil. Sudah bisa dipastikan ini tidak ada koin Dinarnya, karena satuan terkecil koin Dinar yang ada adalah 0.5 Dinar. Maka kepada pemiliknya hanya dissodori buku tabungan, serupa seperti GIA. Ada juga produk lain yang menjanjikan keuntungan kepada pemilik Dinar yang menitipkan koinnya kepada penyelenggara, tekniknya serupa dengan GIA juga, yaitu satu koin Dinar dapat dijual ke banyak orang. Dalam sekema 'bagi hasil' Dinar emas ini dipersyaratkan investor menyerahkan minimal 20 Dinar emas ke penyelenggara.
Dijelaskan oleh Pak Arif, cadangan emas Bank Negara (BI-nya Malaysia) pun tak lebih dari lembaran kertas. Maka, kalau setiap negara meminta emas fisiknya, seperti yang dilakukan oleh Pemerintah Venezuela beberapa waktu lalu, maka sanggupkah Goldman Sach dkk memenuhi janjinya? Pada skala mikro dengan GIA dan sejenisnya itu pun dapat diajukan hal yang sama: kalau semua pemilik tabungan meminta emas fisiknya pada saat yang sama, sanggupkah mereka menyediakannya?
Karena itu, janganlah tergiur oleh keinginan untuk memiliki emas, dengan cara-cara seperti di atas. Kalau belum mampu memiliki emas, milikilah perak, yaitu koin-koin Dirham. Dinar dan Dirham adalah alat tukar dan alat bayar untuk keperluan sehari-hari, bukan alat investasi. Dan berhati-hatilah kepada pihak-pihak yang menyalahgunakan Dinar emas dengan berbagai kedok.
Skema 'Berkebun Emas' sudah terbukti banyak merugikan, dan menelan banyak korban. Di luar itu, masyarakat acap mendapatkan penawaran 'investasi emas' lain, dalam bentuk jual beli emas dengan keuntungan besar, antara lai ada yang memberikan 1-2% keuntungan per bulan. Ada juga yang menawarkan sekadar sebagai tabungan, tanpa ditawari keuntungan (atau bunga dalam hal ini), tapi ditawari harga emas yang jauh lebih murah dari harga pasaran. Istilah yang dipakai adalah 'gold investment account' (GIA). Di Malaysia produk ini ditawarkan oleh beberapa bank komersial utama, seperti CIMB, MBB (Maybank), UOB (United Overseas Bank), dan PBB (Public Bank).
Di Indonesia tampaknya belum ada bank yang manawarkan GIA ini, tapi justru jenis yang pertama di atas, yaitu 'jual beli emas' dengan keuntungan bulanan. Ditawarkan oleh beberapa pihak. Variasi lain adalah 'kredit emas' yang pada dasarnya menerapkan prinsip yang sama hanya dibayar secara cicilan. Malah ada yang menyebutnya sebagai 'tabung Dinar'. Lebih jauh lagi ada yang ditawarkan untuk mendapatkan keuntungan dengan cara 'bagi hasil' dari jual beli emas, dalam hal ini koin Dinar. Tetapi waspadalah karena di situ boleh jadi hanyalah tipu-tipu semata, termasuk GIA dari bank-bank besar di atas.
Bapak Dean Arif, dari Universitas Sains Islam, Malaysia, pada 22 Desember 2012, di acara Dinihari Dinar, Kuala Lumpur, memberikan penjelasannya. Dalam rekaman video penjelasan ini bisa dilihat melalui youtube dengan link sebagai berikut:Gold Investments Account ...The Truth !!!
Cara kerja GIA adalah sebagai berikut. Bila Anda membeli emas dan menabungkan pada mereka, melalui GIA itu, anda akan menerima buku 'tabungan emas' yang serupa dengan buku tabungan uang kertas, dengan saldo emas sebesar yang anda miliki. Misalnya suatu saat anda membeli 10 gr emas. Bank-bank penyelenggara GIA ini langsung akan membeli emas, secara elektronik, dengan mengambil selisih harga sebanyak 5% ke pemasoknya. Pemasoknya adalah 'Bank emas', yaitu LBMA, Goldman Sach, HSBC, dan JP Morgan. Pada gilirannya 'bank emas' ini juga hanya akan memberikan catatan saja kepada bank penyelenggaran GIA.
Mereka tahu berdasarkan pengalaman hanya 1% saja nasabah yang benar-benar meminta emas fisiknya. Selebihnya, akan tetap menitipkan emasnya kepada mereka, dan kalaupun suatu saat memerlukan uang akan langsung 'menjualnya' kepada pihak bank, dan hanya menerima uang kertasnya. Maka pihak bank hanya akan menyediakan 1% emas fisiknya, 99% hanya berupa catatan di atas kertas. Ini pun, sejak tahun lalu, tidak lagi dilakukan - dan 100% hanya berupa 'emas kertas'. Pada saat nasabah mencairkan emasnya akan dikenai berbagai 'fee', yang akan membuat harga emas sama atau lebih tinggi dari harga pasaran.
Selain pada akhirnya harga lebih murah yang dijanjikan tidak diperoleh, ada dua hal pokok yang perlu dipahami. Pertama, dengan hanya memberikan catatan di atas kertas kepada pemilik emas, pihak penyelenggaran dapat menjual satu unit emas (katakanlah 1 kg) kepada 99 pembeli lain. Maka, penyelenggara mendapatkan keuntungan yang tak terkirakan, bukan? Kedua, bila para pemilik emas pada suatu titik meminta emas fisiknya, maka hanya seorang saja yang akan memperolehnya dengan segera. Sisanya, 99 orang, harus menunggu disediakan emasnya atau tidak mustahil bahkan tidak ada emasnya sama sekali.
Meski tidak persis sama, dan dalam sekala yang masih belum massif, di Indonesia ada sejumlah pihak yang menawarkan kredit emas dengan atau tanpa kombinasi 'tabung emas'. Bahkan ada yang memanipulasi Dinar emas dengan cara serupa, berkedok sebagai 'tabung Dinar' dengan cara orang mecicil Dinar - meski tidak dikenai bunga - dengan ketetapan misalnya 0.1 Dinar sekali mencicil. Sudah bisa dipastikan ini tidak ada koin Dinarnya, karena satuan terkecil koin Dinar yang ada adalah 0.5 Dinar. Maka kepada pemiliknya hanya dissodori buku tabungan, serupa seperti GIA. Ada juga produk lain yang menjanjikan keuntungan kepada pemilik Dinar yang menitipkan koinnya kepada penyelenggara, tekniknya serupa dengan GIA juga, yaitu satu koin Dinar dapat dijual ke banyak orang. Dalam sekema 'bagi hasil' Dinar emas ini dipersyaratkan investor menyerahkan minimal 20 Dinar emas ke penyelenggara.
Dijelaskan oleh Pak Arif, cadangan emas Bank Negara (BI-nya Malaysia) pun tak lebih dari lembaran kertas. Maka, kalau setiap negara meminta emas fisiknya, seperti yang dilakukan oleh Pemerintah Venezuela beberapa waktu lalu, maka sanggupkah Goldman Sach dkk memenuhi janjinya? Pada skala mikro dengan GIA dan sejenisnya itu pun dapat diajukan hal yang sama: kalau semua pemilik tabungan meminta emas fisiknya pada saat yang sama, sanggupkah mereka menyediakannya?
Karena itu, janganlah tergiur oleh keinginan untuk memiliki emas, dengan cara-cara seperti di atas. Kalau belum mampu memiliki emas, milikilah perak, yaitu koin-koin Dirham. Dinar dan Dirham adalah alat tukar dan alat bayar untuk keperluan sehari-hari, bukan alat investasi. Dan berhati-hatilah kepada pihak-pihak yang menyalahgunakan Dinar emas dengan berbagai kedok.
Zaim Saidi - Direktur Wakala Induk Nusantara
No comments:
Post a Comment