Saturday, August 13, 2011

Fikih Ekonomi Umar bin al Khathab

Khalifah Umar ibn Khathab sangat piawai dalam menyejahterakan rakyatnya.
Umar bin Khathab r.a. memiliki kepiawaian dalam menyejahterakan warganya. Pada masa Umar ibn Khathab manusia tertimpa bencana kelaparan yang disebabkan kemarau panjang dan paceklik. Daerah-daerah ditimpa kekeringan. Manusia dan binatang banyak mati kelaparan. Ketika itu, manusia terlihat mengangkat tulang yang rusak, bahkan menggali lubang tikus untuk mengeluarkan apa yang ada di dalamnya.
Ibnu Khaldun mengatakan krisis tersebut terjadi pada 18 H. Menurutnya, peristiwa ini belum pernah terjadi sebelumnya. Krisis ini kemudian dikenal dengan sebutan ramadah. Beberapa pendapat yang melatarbelakangi penyebutan istilah tersebut, antara lain: (1) bumi menghitam akibat sedikitnya hujan hingga warnanya seperti ramad (abu); (2) bumi menghembuskan angin debu seperti abu, dan; (3) manusia banyak yang meninggal dan harta-benda banyak yang hancur. 

Meskipun kemudian datang musim hujan, kehidupan perekonomian tidak kembali membaik secara sekaligus. Bahkan ketika rumput tumbuh kembali, dibutuhkan tenggang waktu untuk dapat dimanfaatkan oleh manusia, juga bagi binatang. Puncak krisis ini terjadi pada masa eksodusnya manusia ke Madinah yang terjadi selama 9 bulan. Luas daerah yang tertimpa krisis ini meliputi seluruh wilayah Hijaz, bahkan ada yang meriwayatkan juga melanda luar jazirah Arab, yaitu: Najd, Tihamah, dan Yaman. Umar r.a. pun mengutus dua orang kaum Ansar ke daerah tersebut. Mereka membawa banyak unta yang bermuatan makanan dan kurma untuk dibagikan kepada orang-orang yang kelaparan di sana.

Penyebab krisis ini bersifat material dan maknawi. Sebab-sebab material misalnya hujan tidak turun dan munculnya wabah pes di negeri Syam. Para peneliti menambahkan bahwa penyebab lainnya adalah: (a) terjadinya urbanisasi besar-besaran ke Madinah, sebab sumber-sumber perekonomian di Madinah terbatas, sementara warga Madinah tidak siap menyambut orang-orang yang eksodus ke sana; (b) sibuknya kaum Muslimin dalam jihad dan penaklukan wilayah di Irak, Syam, dan Mesir. Akibatnya, perhatian terhadap pertanian dan sumber-sumber air serta tempat penggembalaan ternak menjadi sedikit; (3) pengusiran orang-orang Yahudi dari Khaibar menjadi sebab berkurangnya produksi pertanian di sekitarnya. Padahal, sejak zaman Rasulullah saw. telah ada keputusan bahwa para petani (Yahudi) tetap tinggal di Khaibar agar mereka mengerjakan lahan pertanian dan mendapat separuh dari hasilnya, sedangkan separuhnya bagi kaum Muslimin. Pengusiran orang Yahudi oleh Khalifah Umar r.a. disebabkan oleh tiga faktor. Pertama, melaksanakan wasiat Nabi Muhammad saw.: "Tidak boleh berkumpul dua agama di jazirah Arab". Kedua, saat itu kaum Muslimin telah mampu mengerjakan lahan pertanian. Ketiga, pengingkaran kaum Yahudi terhadap janji dan serangan mereka kepada kaum Muslimin, yakni penyerangan terhadap Abdullah bin Umar saat pergi ke ladangnya di Khaibar.

Akibat krisis ramadah ini, manusia mengalami paceklik sehingga kambing menjadi kurus. Harta benda lenyap dan yang tersisa hanyalah sesuatu yang tidak ada nilainya. Melemahnya pergerakan perdagangan antara Hijaz dan Syam juga berdampak pada makin sedikitnya makanan pokok dari Syam ke Hijaz. Akibatnya, harga menjadi naik dan manusia menimbun barang. Bukti yang menunjukkan kenaikan harga pada saat krisis tersebut antara lain: harga satu bejana susu dan satu kantong keju mencapai empat puluh dirham. Inilah penyebab terjadinya urbanisasi besar-besaran bangsa Arab dari segala penjuru ke Madinah.

Umar bin Khathab pun membuat kebijakan dengan melarang kaum Badui untuk menikah selama paceklik. Umar sangat tegas dalam hal kesetaraan. Dia berkata: "Demi zat yang diriku di tangan-Nya, sungguh aku akan melarang perempuan yang memiliki kemuliaan untuk menikah, melainkan dengan laki-laki yang memiliki kemuliaan, karena sesungguhnya jika musim paceklik (menimpa) orang-orang Arab Badui, maka tidak ada nikah bagi mereka". Menurut Ibnu Qutaibah, barangkali faktor kesempitan akan mendorong mereka untuk menikahi orang-orang yang tidak setara. Umar mengkhususkan larangan pernikahan kepada orang-orang Badui selama paceklik karena dua hal. Pertama, orang-orang Badui lebih banyak terkena dampak krisis ekonomi daripada selain mereka. Kedua, bahwa orang-orang Badui lebih banyak memperberat syarat kesetaraan daripada selain mereka.

Karena itu, Umar r.a. mengkhawatirkan orang-orang Badui ini menikahi perempuan yang tidak setara, sehingga banyak membawa dampak buruk bagi mereka, antara lain: (a) terzaliminya perempuan karena dinikahkan dengan orang yang tidak setara dengannya; (b) terjadinya penyesalan ketika hilangnya sebab-sebab yang mendorong pernikahan tersebut, khususnya bangsa Arab yang suka mencela pernikahan tidak setara; (3) anak-anak akan terabaikan dan tertekan secara psikologis. Artinya, terpenuhinya syarat kesetaraan merupakan salah satu faktor ketentraman hubungan pernikahan dan keberlanjutannya.

Ada dua solusi yang ditawarkan Umar dalam mengatasi krisis ramadah ini. Pertama, merasa bertanggung jawab terhadap terjadinya krisis, sebagaimana doa beliau: "Ya Allah, janganlah Engkau jadikan kebinasaan umat Muhammad pada tanganku dan di dalam kepemimpinanku". Kedua, ikut andil dalam mengemban penderitaan di saat krisis, dan memberlakukan keteladanan bagi umat. Beliau tidak menyukai makan sesuatu yang orang lain tidak mendapatkan yang seperti itu. Ia tidak mengutamakan dirinya atas rakyatnya. 

Jika mendengar harga naik di suatu wilayah Muslim, beliau menghapuskan kelebihan harga yang sampai kepadanya, dan mengatakan: "Bagaimana mungkin mereka mendapatkan kepedulian dariku, jika tidak menimpaku apa yang menimpa mereka"? Beliau memperberat dirinya dengan selalu makan roti gandum, hingga suatu ketika perutnya keroncongan, beliau hanya mengatakan (pada dirinya sendiri) "Apa yang kamu rasakan itu, dirasakan pula oleh penduduk Madinah". Selain itu, Umar tidak pernah makan di rumah salah satu putranya, tidak juga di rumah salah satu istrinya, melainkan apa yang beliau makan bersama rakyatnya. Beliau bersumpah untuk tidak makan keju dan daging, sehingga manusia hidup seperti semula, walaupun dibelikan orang lain, beliau akan menolaknya. 

Iyadh bin Khalifah berkata, "Aku melihat Umar r.a. pada tahun ramadah ini berwarna hitam, padahal dia berkulit putih, dan dia adalah seorang Arab yang memiliki tradisi makan keju dan minum susu, namun ketika manusia kelaparan, beliau mengharamkan keduanya terhadap dirinya, sehingga mereka hidup tidak kelaparan, lalu dia makan zaitun sehingga berubah warna kulitnya, dan dia sering lapar". Sedangkan Sa'ib bin Yazid menggambarkan pakaian Umar dengan mengatakan, "Aku melihat Umar bin Khatab memakai baju dengan enam belas tambalan".
Umar menegaskan, "Sesungguhnya manusia akan senantiasa istikamah, selama pemimpin mereka istikamah terhadap mereka". Dan dalam suratnya kepada Abu Musa Al-Asy'ari, beliau mengatakan, "Sesungguhnya manusia akan melakukan sesuai dengan apa yang imamnya lakukan. Jika imam menyeleweng, maka rakyatnya pun akan menyeleweng".
Bukan hanya itu, Umar pernah mengingatkan dengan mengundang keluarganya, beliau berkata, "Sesungguhnya aku melarang demikian, dan bahwasanya manusia akan melihat kamu seperti burung melihat daging, maka jika kamu jatuh, jatuhlah manusia, dan jika kamu takut, maka takutlah manusia. Sungguh demi Allah, tidaklah seorang di antara kamu jatuh dalam sesuatu dari apa yang aku larang kepada manusia, melainkan aku gandakan kepadanya hukuman, karena posisinya dariku".

Oleh karena itu, Umar bin Khathab menyeru kaum Muslimin agar hemat, dan menyerahkan sebagian harta kepada orang yang membutuhkan. Dia juga mendahulukan kebutuhan mereka yang terimbas krisis dan mengarahkan sumber ekonomi untuk hal tersebut. Umar melarang bersenang-senang dan menyuruh membiasakan berpola hidup sederhana.

Menurut Umar r.a., cara-cara maknawi mengatasi krisis Ramadah adalah mengajak kaum Muslimin untuk bertobat dan beristigfar. Beliau mengatakan: "Sesungguhnya bencana ini disebabkan banyaknya perzinaan, dan kemarau panjang disebabkan para hakim yang buruk dan para pemimpin yang zalim. Wahai manusia! Sungguh aku khawatir jika bencana merambah kepada kita semua, maka carilah rida Tuhanmu, tinggalkanlah perbuatan dosa, bertobatlah kepada-Nya, dan lakukanlah kebaikan".

Setelah berhasil mengatasi krisis Ramadah, maka rakyat yang dipimpin Umar bin Khathab menjadi sejahtera. Beberapa contoh kesejahteraan yang diperoleh rakyat tersebut adalah pemberian insentif 100 dirham bagi setiap anak yang baru lahir. Jika menginjak akil balig, insentif dinaikkan jadi 200 dirham, dan jika telah akil balig mendapat tambahan lagi. Pemberian insentif ini merupakan cara untuk mendorong umat agar menambah kelahiran anak. Beliau juga sangat antusias dalam meningkatkan kualitas pendidikan bagi generasi Muslim. Salah satunya dengan menetapkan gaji bagi setiap pengajar sebanyak 15 dinar setiap bulannya.

Selain menetapkan anggaran yang cukup besar bagi anak-anak dan para pengajar, Umar bin Khathab juga mengarahkan pengembangan pendidikan bagi generasi Muslim tersebut. Beliau sangat memperhatikan hubungan antara ilmu dan amal. Dia tidak menyukai ilmu yang tidak akan menghasilkan pengamalan. Umar pernah mengatakan: "Persedikitlah periwayatan dari Rasulullah saw., kecuali dalam hal-hal yang diamalkan". Ketika Abu Musa menulis surat kepada Umar, "Tahun ini terdapat banyak yang hafal Al-Qur'an", maka Umar membalas surat tersebut yang justru menetapkan pemberian kepada mereka.
Tahun berikutnya Abu Musa kembali menulis surat kepada Umar dan memberitahukan bahwa orang yang hafal Al-Qur'an berlipat ganda jumlahnya dari pada tahun sebelumnya. Umar menjawab, "Tinggalkan mereka, karena saya takut jika manusia sibuk menghafal Al-Qur'an dan meninggalkan pemahamannya". Di samping itu, Umar memerintahkan mempelajari ilmu nasab (keturunan) dan ilmu perbintangan (astronomi). Dia juga memberikan sanksi kepada seseorang yang selalu bertanya tentang mutasyabihat yang tidak ada kaitannya dengan hukum amaliah, yang justru seringkali menimbulkan perdebatan berkepanjangan serta menyia-nyiakan waktu, melemahkan pemikiran, dan menyesakkan dada. Beliau pun menekankan hukum-hukum syariah yang berkaitan dengan kegiatan yang dilakukan seseorang. Sebab, ketidaktahuan hukum tersebut akan berdampak pada pelaksanaan pekerjaan atau usaha yang dilarang syariah. Dalam hal ini, Umar mengatakan, "Barang siapa yang tidak memahami hukum Islam, maka janganlah dia berdagang di pasar kami".

Kisah di atas bersumber dari Al-Fiqh al-Iqtishadi li Amir al-Mukminin Umar ibn al-Khathab yang ditulis oleh Jaribah bin Ahmad al Harith (Penerjemah Asmuni Solihan Zamakhsyari; Penerbit: Khalifa, Jakarta, 2008). Buku ini sangat menarik untuk dikaji. Hanya saja, definisi dirham dan dinar tidak dijelaskan dalam buku tersebut. Satu dinar emas setara dengan 4,25 gram emas, sedangkan satu dirham 3 gram perak. Andai dihitung dengan rupiah pada 2008, maka setiap bayi yang baru dilahirkan akan mendapatkan uang sekitar 5 juta rupiah, dan seorang guru mendapatkan gaji sekitar 15 juta rupiah perbulan. 

Oleh : Nurman Kholis - Peneliti Puslitbang Lektur Keagamaan Badan Litbang dan Diklat Departemen Agama RI

No comments:

Post a Comment