Friday, August 12, 2011

Kapitalisme, Demokrasi Dan Bank Syariah

Hari ini dimanapun kita mempunyai satu masalah yang sama dan itu disebut kapitalisme. Pertama tama yang perlu dipahami dari kapitalisme secara umum adalah penetrasi kredit perbankan (hutang dengan riba atau bunga) atas hutang individu ataupun negara oleh sistem perbankan, seperti sewa-menyewa uang, jual-beli saham dan ’kertas berharga’, jual-beli valas, dan sejenisnya, adalah inti kapitalisme. Kegiatan ekonomi finansial (ribawi) ini tidak bersentuhan dengan ekonomi riel yg terkait dengan kebutuhan hidup nyata manusia, riba merusak manusia lahir dan batin secara sosial.

Pemaparan tulisan ini dibuat agar kita segera membersihkan riba dari kehidupan kita dan untuk menyiapkan sarana untuk meninggalkan kapitalisme. Kita tidak perlu menghancurkan bank, kita akan membuat bank ini tidak diperlukan. Ini adalah persiapan untuk perang melawan kapitalisme. Allah telah melarang riba dan karena itu telah menyatakan perang terhadap kapitalisme. Mulai sekarang dunia harus dan akan tahu bahwa Islam adalah musuh mematikan dari kapitalisme.

Kita telah satu abad tanpa ke Khalifahan, sejak jatuhnya Kekhalifahan Turki Utsmani pada tahun 1924 dan pada saat itu muslim tidak tahu bagaimana menghadapi kondisi itu. Muslim harus mengerti bahwa kekalahan kita berada di tangan para lintah darat (periba atau perbankan), tidak di tangan para serdadu. Tidak ada pasukan tentara yang dapat menahan pasukan tentara Islam – tidak ada riba yang dapat bertahan dari pernyataan perang dari Allah dan Rasul-Nya. Ini merupakan pesan yang mengandung ketakutan dan harapan.

Saat ini ilmu ekonomi (berbasis riba) telah meracuni pikiran hampir manusia saat ini, dengan uang kertas (yang tidak berharga) sebagai sihir yang mempengaruhi lahir dan batin kita muslim dan masyarakat umum. Pialang dan bankir adalah pendeta pendeta tinggi. Ilmu ekonomi (riba) telah menembus semua segi kehidupan: ia mengambil alih politik dan pemerintahan, mengubah negara menjadi hanya suatu industri; ilmu pengetahuan dan informasi telah di privatisasi, perdagangan dan jual beli menjadi hanyalah distribusi kapitalis- monopolistik di tangan korporasi dan segelintir keluarga, pajak tidak bertepi yang membebani masyarakat, mengambil alih pasar berubah menjadi maal dimana dibelakangnya adalah perputaran riba perbankan, negara hanyalah menjadi unit-unit penghutang kepada rentenir atau lintah darat yang bernama perbankan internasional seperti world bank atau IMF dengan akibat yang mengkhawatirkan saat ini, dan agama-agama telah di ubah secara universal untuk menerima kapitalisme dan riba. Hanya Islam yang dapat menyelamatkan kondisi ini.

Demokrasi adalah suatu alat yang melayani kepentingan kapitalisme (barat) yang digagas oleh freemansory. Pertama dengan diperkenalkan paham toleransi, kemudian penyimpangan (terselubung) dari agama, sehingga pelarangan riba dapat dibongkar dalam memuluskan sistem riba (perbankan dan uang kertas) kedalam masyarakat muslim. Akibat dari paham toleransi di barat, agama-agama di barat telah tamat pada waktu yang lalu. Agama-agama diluar islam telah direduksi, disaring, dikurangi dan disatukan diluar pengetahuan, yang tinggal hanyalah dewa pribadi dan perasaan pribadi. Hari ini di Indonesia mereka (oligarki kapitalis perbankan) mencoba melakukan metode yang lebih kurang sama kepada Dien Islam pada masyarakat muslim di Indonesia, mereka mencoba membuat penyimpangan dalam syariat dan hakikat melalui demokrasi dan toleransi, mereka mencoba mereduksi islam sehingga hanya ada dalam masjid, perayaan hari besar, kelahiran dan kematian tapi dalam transaksi kehidupan sehari-hari kita mengamalkan riba dan ‘hukum’buatan mereka. Tapi mereka para kafirun, munafik dan fasik tidak mungkin memadamkan Cahaya Dien Allah, dan ini adalah janji Allah. 

Masuknya Riba Dalam Islam Oleh Para Pembaharu Islam 

Riba dilarang tidak hanya dalam Dien Islam tapi juga dalam agama kristen dan kitab kaum yahudi dalam beberapa abad lalu, untuk berjalannya paham kapitalisme (riba)maka diperlukan penghapusan dari hukum tentang riba. Itu berarti penghapusan dari kekuatan normatif dari agama. Ini seperti mengatakan: “Hukum Allah tidak berlaku atau tidak universal” kepada orang Muslim. Implikasi moral dari menyusupnya kapitalisme adalah; “riba, meskipun dilarang oleh Allah, harus diterima”. Itu artinya, Muslim harus menerima kapitalisme. Ada tiga kondisi terhadap hal ini: menerima kapitalisme, menolak kapitalisme atau keduanya. Yang pertama hanya suatu penerimaan pasif dari kehidupan seperti dalam moto “agama tidak ada urusannya dengan ilmu ekonomi”; tapi yang terakhir paling berbahaya karena itu berarti penolakan diam-diam dari Islam yang disamarkan sebagai reformasi. Mereka menemukan “ekonomi Islam”. Reformasi ini dimulai oleh mereka yang disebut pembaharu Islam yaitu Jamaludin Al-Afghani, Muhammad ‘Abduh dan dan Rashid Reda. Hal ini menuju kepada fundamentalisme Islam dan modernisasi Islam. label mereka adalah “Bank Islam” , “konstitusi Islam” dan “Negara Islam”. Jadi melihat ini Islam hari ini berarti kita harus melakukan penolakan kepada kapitalisme bersama dengan lembaga-lembaganya. 

Muhammad Abduh
– murid dariJamaluddin al-Afgani, tokoh Shi’a yang meragukan yang sebenarnya merupakan orang Iran – dianggap sebagai pendiri dari teori “fundamentalis” modern. Ia ditunjuk sebagai Mufti Agung olehLord Cromer (keluarga Baring Bank) pada tahun 1899 dalam rangka mengesahkan perbankan yang oleh al-Azhar dinyatakan haram di tahun 1898. Cromer berkomentar tentang Muhammad Abduh: “Saya curiga teman saya Abduh sebenarnya agnostik.” Dan tentang gerakan salafi-nya: “Mereka sekutu nyata para pembaharu Eropa.”Di Kairo Post-Office Savings Bank didirikan pada tahun 1900 dan Agricultural Bank didirikan pada tahun 1902. (Modern Egypt: Cromer, Vol.2, 1908)

Sistem riba di tahap awalnya masuk dengan menghilangkan madhab-madhab (fiqh) utama dan ilmu sejati (Ihsan atau Tassawuf).Tahap berikutnya adalah fase pemanfaatan dimana Hukum Islam harus dinilai kembali secara menyeluruh dalam arti sosial, politik atau pragmatisme ekonomi ribawi. Sufisme yang sejati dibuang dan pseudo sufi baru mulai timbul, akibat dari islam pembaharu ini, prinsip-prinsip Islam mengizinkan penerimaan asimilasi dengan masyarakat barat (kafir) dalam bentuk Bank Islam, negara Islam, asuransi Islam, bursa efek Islam, konstitusi Islam, kartu kredit islam dan seterusnya. Disamping mengakui bahwa Allah sangat berkuasa, mereka mengakui bahwa orang kafir Barat (yang dianggap jahat) pada kenyataannya lebih praktis dan mereka mau menyerah untuk meniru kekafirannya yang telah mereka katakan sangat membencinya dengan memasukan riba (yang seolah tidak tampak dalam keseharian kita), Setiap hari kita dapat melihat bagaimana mereka (kafirun)memainkan orkestra riba di Media, Komoditas dan Keuangan (uang kertas dan riba). Baca juga tulisan tentang pengertian riba

Kapitalisme masuk kepada dunia islam memerlukan doktrin pluralisme dan kebebasan untuk memuluskan sistem riba. Paham palsu demokrasi dan toleransi telah menyediakan keduanya. Merangkul semua agama adalah teknik penipuan mereka. Riba di tafsirkan ulang oleh pembaharu islam.

Mula-mula dikurangi menjadi ‘bunga’ dan kemudian menjadi pernyataan moral dari ‘perdagangan jahat’ berselubung. Riba tidak lagi suatu praktek nyata, tapi juga suatu prinsip moral. Setiap hukum dasar Islam yang di kesampingkan membuka pintu bagi kekuasaan kafirun, kemiskinan dan aib bagi umat muslim dan dunia. Mantra “Kebebasan, Persaudaraan, Kesetaraan” yang sering dibangga-banggakan sebenarnya dimaksudkan untuk kekuatan pendudukan (imperialisme baru) dan bukan untuk kaum Muslim sendiri.

Keperluan dari suatu ibadah yang murni telah direduksi nilainya dan dicemarkan sesuai dengan pengertian praktis keperluan riba dan paham toleransi palsu ini. Perilaku ini menyerupai kelakuan seseorang yang tidak percaya kepada Tuhan. Dalam hubungan ini penting untuk dicatat bahwa orang-orang penganut semua agama pada saat ini mengikuti cara hidup yang kurang lebih sama. Kita semua tanpa sadar punya bank, uang kertas, membayar pajak di bawah suatu sistem dalam bingkai demokrasi, kebebasan palsu dengan mantra kekuasaan tertinggi di tangan rakyat (atas nama rakyat) dalam kenyataan yang kita lihat kita adalah budak perbankan.

Yang katanya pembebasan wanita bukannya membebaskan malahan menjerumuskan mereka dalam kekacauan sosial, tak terlindungi, jadi mangsa pembunuh berantai (“trend masa kini”), pemerkosa (perkosaan kian menjadi normal), pemukulan istri dan rontoknya lembaga perkawinan, seiring dengan maraknya perzinahan sebagai tindak-tanduk sosial. Keruntuhan total masyarakatnya nyaris sempurna. 

Riba Dan Periba Musuh Umat Manusia 

Muslim, Kristen dan orang yang tidak percaya kepada Tuhan pada dasarnya hari ini harus hidup dengan cara yang sama, cara hidup ribawi dan kepalsuan toleransi dan piagam hak asasi buatan PBB. Perbedaan ini dikurangi sesuai dengan moral pribadi dan sikap seksual, yang membentuk sikap puritan atau dialektika kebebasan. Yang mereka katakan adalah kebalikan dari Dien Islam, moralitas di turunkan menjadi perilaku puritan, dimana kita ‘diarahkan’ untuk meributkan hal-hal yang bukan esensial, ini salah satu pola pembelokan yang dilakukan dalam masyarakat, media membesarkan hal-hal yang tidak utama sedangkan kejahatan riba tidak pernah terlihat. Keadaan ini bisa berubah dengan kita menurut hanya kepada perintah Allah, segera kita mulai dari diri kita.

Muslim hari ini di Indonesia dan dimanapun harus mengerti riba dilarang oleh Allah dan perbankan adalah intitusi riba dan untuk menerima mereka artinya kita tidak mematuhi Allah dan mencoba memasukkannya kedalam shalat dan zakat kita serta transaksi kehidupan kita hari ini, berarti menyembah kepada sesuatu selain Allah. Itu berarti kita muslim Indonesia perlu memahami bahwa kemenangan kita di dapatkan dari kepatuhan terhadap Allah dengan meninggalkan sistem riba dan segala lembaga yang terkait dengannya.

Mereka para ekonom dan pembaharu islam berkata “kami praktis”, padahal mereka menipu diri sendiri. Dengan mengatakan bahwa mereka praktis adalah bukti ketidak berdayaan mereka yang berakibat ketidak mampuan bertindak sesuai dengan Islam. Mereka perlu menyadari bahwa satu-satunya rintangan yang ada adalah diri mereka sendiri. Ketika mereka gagal memahami teknik kapitalisme maka mereka mengislamkan kapitalisme, terciptalah Bank Islam. Mereka pikir bahwa sesuatu yang halal adalah tidak mungkin, dan pengertian ini membutakan mereka.

Jadi perbuatan orang tidak dapat dinilai hanya dari keperluan dan kepentingannya. Jika itu terjadi, berarti kepentingan dari sistem bank lebih tinggi dari pada kepatuhan terhadap Allah. Seperti yang dikatakan oleh yang menyimpang: ” Allah yang paling berkuasa, tapi para bankir lebih praktis. Kita harus mengikuti sunna para bankir (rentenir)”. Ini suatu ironi dari dualisme hari ini. Mereka menyebut bank adalah setan, tapi mereka tanpa sadar meng-Islam-kan sistem riba, lahirlah ekonomi Islam dan bank Islam. Hal ini menunjukkan ketidak berdayaan dari cara melihat mereka dan jelas menyebabkan mereka menyerah.

Tindakan kita sebagai muslim adalah kepatuhan kepada Allah, dan kepatuhan ini ada di atas segala tujuan (keperluan) kelompok ataupun pribadi. Kepatuhan adalah tujuan itu sendiri. Patuh kepada perintah Allah mengatasi segala keperluan. Hal ini bebas dari prasyarat dan segala ikut campur pengaruh pribadi. Bertindak dalam kepatuhan tidak terhalang oleh keterbatasan seseorang. Bertindak dalam kepatuhan adalah menginginkan apa yang diinginkan Allah. Seseorang yang patuh kepada Allah dapat dengan seketika menghilangkan sistem bank.

Sistem bank tidak punya kekuatan dimata seorang Muslim yang menyadari bahwa riba dilarang dan diperangi oleh Allah. Sistem bank hanya punya kekuatan dimata orang yang mempercayainya dan menyihir orang yang tidak perduli apa itu riba. Hal ini kemudian akan melahirkan kerusakan di masyarakat.

Hari ini dinar dirham telah dicetak kembali di Indonesia yang melalui Pencetakan mandiri pertama yaitu Islamic Mint Nusantara dalam suatu otoritas dan di bantu oleh muslim di Nusantara dalam menjalankannya dan ini menjadi pembuka jalan untuk kembalinya Perdagangan Islam tanpa riba. Kemenangan kita sebagai Muslim dalam menjalankannya adalah dengan mentaati Allah. Tanpa cinta kepada Allah, shalat menjadi suatu ritual dan kebudayaan dan masjid-masjid menjadi tempat shalat lima waktu dan shalat Jum’at yang terpisah dari kegiatan muamalat yang telah di ganti dengan ekonomi ribawi.

Hasil dari meninggalkan cara berpikir riba ini adalah Muslim bisa patuh, dapat muamalah dengan benar, dapat berjuang di jalan Allah, dan dengan begitu kita bisa merasakan shalat lima waktu karena cinta (kepada Allah) bukan lagi sebagai sebatas kewajiban. Dan ini yang kita inginkan. Kafir telah melarang kepatuhan kepada Allah, menghilangkan perniagaan yang halal, perkelahian diluar hukum fisabillillah dan mengurangi shalat sesuai keperluan. Tujuan hidup kita hanya memuja Allah sedangkan kafirun memuja selain Allah. Kewajiban kita adalah Mengikuti perintahNya dan Allah dengan jelas mengatakannya dalam al-Quran,

Hai Nabi, bertakwalah kepada Allah dan janganlah kamu menuruti (keinginan) orang-orang kafir dan orang-orang munafik. Sesungguhnya Allah adalah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana, dan Ikutilah apa yang diwahyukan Tuhan kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan dan bertawakallah kepada Allah, Dan cukuplah Allah sebagai pemelihara. (al Quran 33: 1-3) 

Kapitalisme Adalah Masalahnya 

Humanisme dengan kekuasaan legalnya dan hak azasi manusia, pura-pura menolong agama-agama, kenyataannya menghapuskan semuanya. Tapi ini bukan berarti tidak ada lagi agama sama sekali, agama baru adalah kapitalisme (sistem riba-perbankan). Dia memerintah dengan sistem yang berdasarkan mata uang buatan (uang kertas). Sistem perekonomian dunia dimana setiap orang harus menggunakan US Dollar adalah jelas suatu tirani terhadap semua bangsa lain di dunia, dan terutama Muslim. Semua grup politik dan perserikatan Muslim yang dalam seratus tahun terakhir telah mendukung sistem uang kertas, tidak peduli apa yang dikatakan mereka, telah mendukung sistem tirani yang dipakai untuk menguasai dunia. Pengertian mereka tentang Islam disimpangkan karena mereka tidak dapat memahami apa yang tidak dapat diterima oleh Shari’ah dan alasan untuk itu adalah mereka telah tercemar oleh pragmatisme kebutuhan yang sebenarnya adalah hasil dari penyimpangan spiritual. Ini adalah cerita satu abad fundamentalisme. Mengapa para fundamentalis tidak berhasil dalam seratus tahun terakhir? Mengapa mereka telah dikalahkan dalam setiap segi politiknya? Karena mereka tunduk kepada agama modern, riba. Pembentukan bank Islam menunjukkan sifat jahat dari kepercayaan mereka. Grup pembaharu ini sama dengan grup pseudo-Sufi (pseudo artinya palsu) yang mendukung riba sebab mereka pikir bahwa riba tidak akan mempengaruhi ‘transendental’ mereka.

Selubung moral baru telah menggantikan kekuatan normatif dari agama-agama. Hak azasi manusia, toleransi dan demokrasi adalah bendera moral yang digunakan oleh para periba (bankir) untuk mengatur dunia. Mereka mengajukan ceramah palsu. Dengan latar belakang ini, tidak seorangpun dapat menanyakan sifat moral dari riba, saham atau uang kertas. Mereka sudah pasti, tidak dapat dibantah, tidak dapat disangkal.

Kapitalisme adalah cara hidup utama hari ini dan jalan keluarnya hanyalah Islam. Islam adalah jalan dari semua manusia (baik mereka sadar atau tidak), adalah satu-satunya strategi yang tidak hanya menentang tapi menawarkan cara lain terhadap sistem kapitalis. Kapitalisme seluruhnya berdasar kepada riba, dan ini adalah kejahatan, karena begitulah yang ditetapkan oleh Allah.

Kita muslim diminta menerima hak asasi manusia, toleransi dan demokrasi, artinya kita secara tidak langsung diminta menerima kapitalisme yang menjadi cara hidup kufar, itulah yang sebenarnya. Seluruh perdebatan kemanusiaan (humanisme) adalah suatu olok-olok untuk menyembunyikan sifat jahat dari kapitalisme yang hadir dalam keseharian kita lewat sistem riba. Amalan riba telah memperbudak dunia dengan cara mengubah sifat uang, membuatnya seakan akan produktif (bunga) dan seakan akan bernilai (fiat money atau uang kertas yang tidak bernilai selain sebagai secarik kertas).

Kapitalisme tidak berperikemanusiaan, tidak toleran atau tidak demokratis. Karena itu anda tidak dapat mengkritik bank dengan perangkat moral dan cara berpikir yang saat ini telah diajarkan di sistem pendidikan yang berbasis la illa (tidak ada Tuhan), semuanya tidak berguna kecuali kita patuh kepada Allah dengan meninggalkan sistem riba itu sendiri.

Tidak perlu dikatakan lagi atau diperdebatkan, penilaian ini di atas dialektika palsu dari kiri dan kanan atau terorisme.Pertempuran selanjutnya adalah antara Muslim melawan bank. Informasi sepihak berarti kebanyakan orang tidak tahu apa Islam itu dan penyelenggaraan pemerintahan Islam juga tidak memberikan contoh yang benar. Tapi Islam lebih besar dari pada itu yang menutupi-nya (kafir). Ketika Allah membuka gerbang Islam, orang akan mengerti dan mereka akan memeluk Islam dalam jumlah yang besar. Islam itu benar-benar agama dunia dan kita akan membutuhkan orang baru untuk menghadapi tantangan ini bersama dalam persaudaraan dan cinta kepada Allah.

Bila riba terus diizinkan dan diamalkan maka tidak akan ada pemerintahan Muslim yang muncul. Kekuatan ekonomi yang dikuasai bank melebihi kekuatan dari lembaga-lembaga sipil atau politik manapun. Karena itu setiap usaha untuk membangun masyarakat yang jujur dan beradab berarti secara tidak langsung adalah penghapusan sistem bank dan menggantikannya dengan sistem keuangan dan pembayaran yang baru yang tidak menyangkut riba.

Untuk meninggalkan kenyataan riba-kapitalis saat ini, hanya ada satu kenyataan lainnya yang dapat menghapuskannya, dan itu adalah kembali kepada Islam.

Bagaimanapun juga, perintah Allah dalam urusan ekonomi bagi kita muslim telah jelas dikatakan dalam al Quran, Allah berkata dalam Qur’an (2, 274):“Allah telah mengizinkan perdagangan dan melarang riba”. Ini berarti Allah telah melarang praktek riba yang dilakukan oleh perbankan. Karena itu pilihannya adalah apakah sistem perbankan yang harus dihilangkan atau hukum Allah yang harus dihilangkan. Karena hukum Allah tidak dapat dihilangkan, berarti bank yang harus pergi.

Wajar bahwa bank akan melakukan apapun untuk mempertahankan keberadaannya, termasuk mencoba melemahkan atau malah menghilangkan hukum Islam. Mereka akan membela diri dengan mengatakan bahwa agama Allah tidak perlu melaksanakan hukum Islam, itu artinya, bahwa pelaksanaan hukum Islam tidak penting untuk agama Allah; dengan cara lain mereka akan mengatakan bahwa pelaksanaan hukum Islam tidak memerlukan Allah, itu artinya, tidak memerlukan kepercayaan pada Allah dan itu bisa diubah atau disesuaikan dengan alasan praktis yang telah dijelaskan di atas – ini adalah orang-orang yang akan mengusulkan bank Islam, asuransi islam, kartu kredit islam, mereka ini menipu diri mereka sendiri.

Asas sosial kafirun adalah lembaga riba yang disebut perbankan. Melalui pasar bursanya dan uang kertasnya yang tak berharga, mereka memperbudak seisi dunia di bawah kendali segelintir spekulan keuangan yakni keluarga para elit perbankan. Dominasi kapitalis mereka (lewat korporasi dan lembaga perbankan) nyaris tak menyisakan lagi alam bumi, serta meluluh-lantakkan keselarasan sosial dan penduduk. Bukannya membawa “kesetaraan” seperti semboyannya, kesetaraan malah memastikan penindasan massal dunia. Tanggung jawab untuk membebaskan umat manusia dari kapitalisme adalah tugas kita umat Islam di Nusantara dan dunia.

Bagian akhir dari tulisan ini penulis ingin sampaikan untuk para Sultan- Sultan, Pemangku Adat, para Datuk kaumnya, Pimpinan Pondok Pesantren, para Habaib, Ulama, Pimpinan Organisasi Islam dan seluruh elemen masyarakat muslim di tanah Nusantara, dengan segala kerendahan hati dan karena di dorong oleh kasih sayang Allah yang tiada terbatas saya menyampaikan ini secara terbuka untuk saling mengingatkan sesuai dengan firman Allah dalam surat Al-’Ashr:

Demi masa. Sesungguhnya manusia itu benar-benar berada dalam kerugian kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasehat menasehati supaya mentaati kebenaran dan nasihat menasihati supaya menetapi kesabaran. (al Quran surat. 103:1-3)

Hari ini dapat kita lihat akibat diberlakukannya sistem riba (kapitalisme) melalui demokrasi (artinya tidak ada kebebasan), humanisme (yang tidak humanis) dan toleransi (yang tidak toleran) sebagai topengnya maka kekuasaan Sultan-Sultan sebagai wakil Allah dan seluruh bangunan muamalat Islam menjadi terpinggirkan, hilang dan nyaris tidak ada, kini hanya menjadi sebuah peristiwa kebudayaan dan simbol. Hari ini cara hidup muslim diganti dengan agama baru yang disebut kapitalisme, sebuah paham yang menjadikan riba sebagai doktrin absolutnya. Cara hidup riba ini adalah sebuah kerugian bagi kita muslim di Nusantara karena tidak mentaati kebenaran dari Allah, mari kita tinggalkan riba.

Jadi ada beberapa hala yang dapat kita lihat, yaitu: Pertama, pemain keuangan global dan segelintir bankir (lintah darat) dan para politikus menguasai hajat hidup orang banyak yang katanya atas nama rakyat. Islam tidak mengenal kelas politikus, politikus bukanlah pemimpin, mereka hanyalah sekumpulan orang-orang yang mengikuti hawa nafsunya, model ini tidak pernah dikenal dalam sejarah kepemimpinan muslim selama 1400 tahun, demokrasi hari ini hakikatnya hanya sebuah topeng tiran dari sistem yang brutal yaitu sistem ribawi perbankan dan uang kertas. Demokrasi telah memecah belah bangsa ini dan khususnya umat islam dan memang itu adalah tujuannya, kita digiring kepada kebohongan yang disebut kekuasaan tertinggi ditangan rakyat, dengan itu Islam dipinggirkan, sehingga Islam hanya tinggal nama tanya kenyataan, Islam telah direduksi hanya menjadi sebuah urusan ritual semata yang berada di masjid, atau perayaan pernikahan, upacara kematian, tapi Islam tidak ada dipasar (perdagangan) dan Islam kini tidak ada pada kehidupan sosial kaum muslim, Islam dimasukan dalam bingkai palsu dari humanisme, pluralisme, nihilisme, persaudaraan, terorisme, ekonomi Islam dan persamaan, yang semuanya berlawanan dengan dien Islam.

Kedua, penyimpangan terselubung dalam syariat dimana sekelompok ‘ulama modern’ islam yang gagal memahami teknik kapitalis (sistem riba) yang pada akhirnya mereka mengislamkan kapitalis, mereka membuat sesuatu yang tidak pernah ada dalam muamalat islam yaitu: perbankan syariah, ekonomi Islam, asuransi Islam, partai Islam, kartu kredit Islam, negara Islam, pasar saham Islam yang pada kenyataannya semua itu berlawanan dengan dien Islam, semuanya itu berlandaskan sistem riba-uang kertas (surat hutang yang tidak bernilai dan hari ini hanyalah surat janji kosong dari secarik kertas yang tiada nilainya) dan sistem riba ini telah ditanam dari awal ‘kemerdekaan’ indonesia lewat demokrasi sebagai pelayan perbankan (rentenir). Inilah hakikat demokrasi, yang memastikan sistem riba terus berjalan dan kita semua adalah budaknya.

Dengan bank terus menciptaan uang kertas dan kredit (riba) tanpa batas maka terjadilah apa yang disebut inflasi (nilai uang merosot dan harga-harga menjadi tinggi) dan juga permainan hutang (riba) berskala nasional dan internasional, keseimbangan alam dan sosial menjadi rusak, merusak keluarga kita, merusak perdagangan kita, merusak alam Nusantara, merusak pemerintahan kita, merusak generasi muda kita, merusak dunia kita, merusak wanita-wanita muslim, merusak tatanan sosial, merusak hati kita. Sistem Keuangan ribawi ini telah meruntuhlah salah satu tiang islam, yaitu tiang zakat.

Islam telah mempunyai jalan keluar dari kejahatan riba ini sejak 1400 tahun lalu dan ini akan berjalan kembali sama ketika pertama kali ini ditegakkan di Madinah Al Munawwarah, riba jelas ditentang Allah dan rasul-Nya dalam Al-Quran, tanpa diperangi pun sistem riba akan runtuh beserta hal-hal yang terkait dengannya. Saya tidak katakan ini mudah, sebaliknya ini sangat mungkin untuk dikerjakan kembali, insyaallah.

Dalam Islam kekuasaan tertinggi adalah di tangan Allah dan rasul-Nya, sebuah bentuk amanah berikutnya yang diberikan langsung bagi Sultan Sultan di tanah Nusantara, merekalah otoritas. Mari kita bersatu bersama dalam persaudaraan dan cinta yang tinggi untuk Allah dan rasul-Nya dalam meninggalkan riba dan segera mengamalkannya hari ini, insyallah. Mari tinggalkan para munafik yang senang mencari-cari kesalahan dan senang jika kabar buruk tersebar di antara muslim.

Akhir kata kita muslim memerlukan para Sultan sebagai sebuah otoritas yang telah dikenal luas, karena Sultan adalah para tuan penjaga dien, Sultan adalah pemimpin sejati, merekalah Khalifatullah. Kembalinya Kesultanan di Nusantara adalah juga kembalinya seluruh bangunan muamalat Islam. Kembalinya Cahaya Islam. Hasbuna Allah wanimal wakil.



Oleh: Abbas Firman Al Husaini, IMN
www.dinarfirst.org

No comments:

Post a Comment