Banyak yang suka bertanya: mengapa Pemerintah Saudi Arabia memakai uang riyal kertas, dan bukan Dinar dan Dirham? Ini sebagian jawabannya.
Untuk menjawab pertanyaan mengapa Saudi Arabia memakai uang kertas riyal, dan bukan Dinar emas dan Dirham perak, kita perlu mengetahui posisi kerajaan ini. Pada mulanya wilayah Hijaz adalah bagian dari Daulah Utsmaniah yang, tentu saja, menggunakan Dinar emas dan Dirham perak sebagai mata uangnya. Pada pertengahan abad ke-18, sebuah amirat lokal, dipimpin oleh amirnya, Muhammad ibn Sa'ud (meninggal 1765), menguasai suatu desa yang kering dan miskin, Dariyah. Karena kegiatannya yang selalu membuat onar, dan mengganggu jamaah haji, kelompok Al Sa'ud terus-menerus dalam konflik dengan pemerintahan Utsmani.
Untuk menjawab pertanyaan mengapa Saudi Arabia memakai uang kertas riyal, dan bukan Dinar emas dan Dirham perak, kita perlu mengetahui posisi kerajaan ini. Pada mulanya wilayah Hijaz adalah bagian dari Daulah Utsmaniah yang, tentu saja, menggunakan Dinar emas dan Dirham perak sebagai mata uangnya. Pada pertengahan abad ke-18, sebuah amirat lokal, dipimpin oleh amirnya, Muhammad ibn Sa'ud (meninggal 1765), menguasai suatu desa yang kering dan miskin, Dariyah. Karena kegiatannya yang selalu membuat onar, dan mengganggu jamaah haji, kelompok Al Sa'ud terus-menerus dalam konflik dengan pemerintahan Utsmani.
Beberapa tahun kemudian, berkat bantuan seorang broker politik, Rashid Ridha namanya murid dari Muhammad Abduh, untuk memperkuat rong-rongan terhadap Istambul, anak cucu Ibn Sa'ud membangun aliansi dengan Pemerintah Kolonial Inggris. Aliansi ini terjadi pada masa Sa'ud bin Abdal Aziz, anak Abdal Aziz Ibn Sa'ud, cucu Muhammad ibn Sa'ud. Untuk perannya ini Ridha 'menerima imbalan 1,000 pound Mesir untuk mengirimkan sejumlah utusan ke provinsi Arab di [wilayah] Utsmani untuk memicu pemberontakan,' pada 1914.
Ketika itu Ridha juga telah mendirikan sebuah organisasi lain, Liga Arab (Al-jami'a al-arabiyya), dengan tujuan menciptakan 'persatuan antara Semenanjung Arabia dan provinsi-provinsi Arab di Kekaisaran Utsmani'. Agenda organisasi ini adalah pendirian 'Kekhalifahan (Konstitusional) Arab', suatu rencana yang tidak pernah terwujudkan. Yang lahir kemudian adalah Kerajaan Saudi Arabia.
Berkat kolaborasi antara Sa'ud bin Abdal 'Azziz - dengan legitimasi teologis dari Wahabbisme, atau ajaran Syekh Muhammad ibn Wahhab - dan pelindungnya Winston Churchil, PM Inggris ketika itu berdirilah kemudian sebuah kerajaan nasional di tanah Hijaz, pada 8 Januari 1926. Pada 1932 Tanah Hijaz, yang semula merupakan bagian dari Daulah Utsmani, oleh rezim yang baru ini secara resmi dinamai: Sa'udi Arabia! Inilah satu-satunya negara di dunia ini yang mendapat nama dari nama seseorang. Salah satu mata rantai awal pemberontakan ini sendiri, adalah Amir di Najd waktu itu, Abdullah Ibn Sa'ud, berhasil ditangkap dan akhirnya dipancung di depan istana Topkapi, di Istanbul, setelah diadili dan dinyatakan sebagai seorang zindiq, pada 1818.
Meninggalkan Muamalat
Sejak awal, Pemerintahan Saudi Arabia, merupakan sekutu kekuatan Kristen-Barat (semula Inggris, kemudian Amerika Serikat), dan menjadi semakin erat dengan ditemukannya minyak pada tahun 1950-an. Beroperasinya perusahaan minyak raksasa (Aramco = Arabian-American Oil Company) yang markas besarnya di Dahran, di tempat yang sama dengan Pangkalan Militer AS (berdiri 1946), di Hijaz, merupakan simbol dan sekaligus sumber kekuasaan Rezim Sa'ud sampai detik ini. Semakin hari kita ketahui Rezim Saud makin meninggalkan muamalat, dan mengislamisasi kapitalisme barat.
Raja Abdul Aziz bin Sa'ud, pendiri Saudi Arabia, berkuasa penuh mulai tahun 1926 sampai 1953. Pada mulanya, setelah memasuki Mekkah (8 Jumadil Ula 1343 H), beliau menolak berlakunya sistem uang kertas di wilayahnya, setelah memusnahkan uang kertas lira Turki sekuler yang beredar di Haramain. Pada masa dia memerintah jamaah haji dari penjuru dunia menggunakan belbagai jenis koin emas perak dari negerinya masing-masing. Namun koin dinar Hashimi dan real perak Austria - Maria Theresa, juga riyal perak Hijaz yang paling populer di sana.
Maka, pada tahun 1950-an, sempat populer di Amerika Serikat, anekdot kisah Raja Abdul Aziz yang selalu membawa harta kerajaan yang berupa koin emas-perak kemanapun dia pergi� bagaikan orang kolot dan primitif. Namun setelah dia wafat, penggantinya, Raja Sa'ud bin Abdul Aziz (1953-1964), bersikap lain. Sejak ia berkuasa, Pemerintah Kingdom of Saudi Arabian (KSA) mendirikan bank sentral yang bernama: Saudi Arabian Monetary Agency (SAMA) dan menerbitkan uang kertas riyal pada tahun 1961 melalui Dekrit Kerajaan 1.7. 1379 H, dalam pecahan 1 - 100 riyal.
Raja tergiur menerbitkan uang kertas karena lebih menguntungkan daripada mencetak koin-koin riyal perak. Ide uang kertas diambil dari keberhasilan SAMA atas penerbitan uang kertas receipt yang berlaku dalam uji coba pada musim haji sepanjang tahun 1953-1957. Dengan menerbitkan Haj Pilgrim Receipt dalam satuan riyal perak, SAMA mulai menarik semua jenis koin emas dan perak yang beredar di Haramain. Para jamaah haji dari luar negeri pun diwajibkan menukarkan koin emas perak yang mereka bawa. Setelah populer, kupon haji itu pun kemudian dinyatakan tidak berlaku lagi sejak Oktober 1963 dan finalnya tanggal 20 Maret 1964, diganti dengan uang kertas riyal.
Celakanya sejak saat itu, ONH atau BPIH (Biaya Perjalanan Ibadah Haji) wajib dibayar dalam uang kertas dolar AS, bukan dengan uang kertas riyal! Sebab Kerajaan Saudi Arabia telah menyepakati pula berlakunya perjanjian Bretton Wood (1944), yang menyatakan bahwa dolar AS adalah satu-satunya mata uang yang berlaku untuk transaksi internasional. Segala transaksi dengan koin dinar Hashimi dan riyal perak (1 riyal = 4 dirham), termasuk koin real Maria Theresa di batalkan oleh negara. Maka umat Islam sedunia berduka atas dibrangusnya mata uang syar'i: dinar dirham.
Genaplah sudah makna hadis dengan lafal berikut: "Tak seorang pun manusia yang tidak memakan riba" yang diriwayatkan oleh Abu Daud, semoga Allah merahmatinya. Dinar dan Dirham diberangus sampai dua kali, pertama 1914 oleh Sultan-sultan boneka sisa Daulah Utsmani (Turki), dan kedua 1964 oleh KSA tersebut di atas. Tapi para ulama belum dapat mengambil kesimpulan dari terbitnya uang kertas riyal ini, tentang status halal-haramnya uang kertas. Sampai, akhirnya, diterbitkan fatwa tentang uang kertas, pada tahun 1984, yang menyatakan bahwa uang kertas adalah halal.
Begitulah, sejauh sejarah Islam dapat kita ketahui, fatwa Saudi Arabia yang menghalalkan uang kertas, satu-satunya fatwa resmi dari suatu pemerintahan ("Islam") di dunia ini. Tetapi, kisah ringkas sejarah ekonomi politik Saudi Arabia sebagaimana diuraikan di atas, kiranya cukup menjelaskan mengapa Saudi Arabia menggunakan riyal kertas, dan bukan Dinar emas dan Dirham perak.
Oleh : Sufyan al Jawi - Numismatik Indonesia
No comments:
Post a Comment