Wednesday, December 21, 2011

Ekonomi Islam, Bank Syariah dan Emas



Ekonomi Islam
            Ekonomi Islam berbicara mengenai permasalahan riba, yang didalamnya mencakup masalah interest dan usury. Riba adalah haram, tidak ada satupun umat muslim yang menyangkalnya karena hal itu sangat tegas dalam Al Quran. Riba tidak membedakan tambahan atas pokok yang sedikit ataupun banyak, keduanya adalah riba dan berarti haram. Dalam bahasa Indonesia kita juga hanya mengenal satu kata yaitu bunga, namun dalam bahasa Inggris kita mengenal dua kata, yaitu interest dan usury. Terjemahan bebas interest adalah bunga yang sedikit, sedangkan usury adalah bunga yang banyak.
Samuel Hayes dan Frank Vogel lebih memilih usury sebagai pengganti riba, karena dalam praktek keuangan Islam sekarang ini secara implisit dapat dibuktikan masih terdapat opportunity rate of capital. Namun MUI pada fatwa bunga secara tegas menyebut bahwa yang dimaksud riba adalah interest. Fatwa MUI tersebut juga sejalan dengan The Supreme Court of Pakistan yang juga telah mengkaji masalah interest dan usury, dan secara tegas menyebutkan baik interest dan usury keduanya adalah riba.
Ketika riba hanya mencakup usury, maka fokus pengembangan ekonomi Islam kedepan akan mengarah pada penyempurnaan dan kelengkapan regulasi dari infrastruktur ekonomi Islam saja, yang didalamnya mencakup lembaga keuangan Islam, baik bank syariah, pasar modal syariah dan sebagainya. Namun ketika riba adalah interest (yang secara otomatis usury juga adalah riba), maka fokus pengembangan ekonomi Islam kedepan selain mengarah pada penyempurnaan regulasi dan aturan main dari institusi keuangan Islam yang berdimensi jangka pendek-menengah, dengan merunut pada sejarah interest itu sendiri rasanya juga akan mengarah pada tatanan makro ekonomi dan pengelolaan moneter yang berbasis emas pada dimensi jangka panjang.
Bank Syariah dan Dinar Emas
Kalangan pendukung ekonomi Islam saat ini ada yang lebih terfokus pada pengembangan regulasi, institusi perbankan syariah dan pasar keuangan Islam yang berdimensi jangka pendek-menengah, sementara sebagian pendukung ekonomi Islam lainnya lebih tertarik pada konsep implementasi emas atau dinar yang berdimensi jangka panjang. Keduanya sebenarnya sangat berkaitan dan diperlukan dalam pengembangan ekonomi Islam yang bebas interest dan bebas usury secara integral dan komprehensif.
Dengan demikian kesiapan institusi keuangan Islam, baik bank syariah, pasar modal syariah, asuransi syariah dsb yang beroperasi tanpa bunga tetap diperlukan sebagai infrastruktur ekonomi Islam. Sehingga apabila suatu saat tatanan makro ekonomi dan sistem moneter secara jangka panjang kembali berbasis emas, maka telah tersedia infrastruktur berupa institusi keuangan Islam yang sejalan, baik berupa bank syariah maupun baitul tamwil.
Pada jaman Rasulullah, jenis uang yang digunakan dalam perekonomian adalah dinar emas. Namun dalam sistem ekonomi dinar emas ini praktek riba ternyata juga ada sampai akhirnya turunlah ayat-ayat mengenai penghapusan riba. Meskipun sistem ekonomi moderen ini dikembalikan pada ekonomi berbasis dinar emas, dalam pemenuhan kebutuhan modal usaha akan tetap mudah tergelincir pada praktek riba. Pinjaman modal usaha seratus dinar emas akan dikembalikan menjadi seratus dua puluh dinar emas. Artinya implementasi dinar emas saja tidak serta merta menghapus riba, karena itu pengembangan lembaga keuangan seperti bank syariah yang bebas riba tetap kita perlukan.
Pengembangan infrastruktur institusi keuangan Islam telah memasuki fase implementasi, namun dinar-emas karena mencakup aspek makro yang kompleks masih ketinggalan pada tataran konsep.
Dinar Emas dalam Perspektif Jangka Panjang
Dalam berbagai teori, maka fungsi uang yang umum dikenal adalah sebagai (1) medium of exchange, (2) store of value dan (3)unit of account. Gagasan implementasi dinar emas sebagai uang tentunya tidak terlepas dari fungsi uang secara teoritis. Pada fungsi uang sebagai medium of exchange, maka terdapat gagasan mengganti mata uang dengan dinar emas sebagaimana didukung olehVadillo dan kelompok Murabitun. Dalam jangka pendek-menengah, gagasan ini dapat diaplikasikan pada transaksi ekonomi rumah tangga atau dalam kondisi ekonomi tertutup. Dalam jangka pendek-menengah, gagasan ini diperlukan dengan tujuan sebagai awareness masyarakat terhadap emas.
Namun dalam situasi ekonomi terbuka saat ini, apabila gagasan itu ditujukan untuk menggantikan mata uang rupiah dalam jangka pendek-menengah, maka gagasan tersebut cenderung tidak menguntungkan bagi negara. Gagasan lain yang sejenis adalah kembali pada jaman sebelum Bretton Woods, dimana mata uang diikatkan dengan emas. Gagasan ini efektif bila seluruh negara yang memiliki mata uang mengikatkan diri kembali kepada emas yang hanya mungkin tercapai pada jangka panjang. Namun jika hanya Indonesia dan beberapa negara lain saja yang melakukan hal ini, tentunya akan merugikan.
Kita perlu mengingat kembali hukum Gresham, dimana "Bad money drives good money out of circulation", atau lengkapnya "Bad money drives out good if they exchange for the same price". Semua mata uang moderen yang merupakan fiat money saat ini adalah "bad money" sedangkan dinar emas atau mata uang yang diikatkan dengan emas adalah ”good money”. Lebih lanjut Ibnu Taimiyah yang mendahului Sir Thomas Gresham juga mengingatkan bahwa ”apabila nilai intrinsik mata uang tersebut berbeda, hal ini akan menjadi sebuah sumber keuntungan bagi para penjahat untuk mengumpulkan mata uang yang buruk dan menukarkannya dengan mata uang yang baik dan kemudian mereka akan membawanya ke daerah lain dan menukarkannya dengan mata uang yang buruk di daerah tersebut untuk dibawa kembali ke daerah asalnya. Dengan demikian, nilai barang-barang masyarakat akan hancur”.
Dalam situasi ekonomi terbuka dan globalisasi seperti sekarang ini, dimana aliran modal dan uang dalam berbagai currencytidak bisa dibatasi oleh sekat antar negara, maka gagasan tersebut apabila diimplementasikan dalam jangka pendek-menengah tidak menguntungkan bagi umat Islam dan Indonesia pada khususnya. Mata uang negara lain yang berupa fiat money, akan mudah ditukarkan melalui transaksi pasar uang dengan dinar-Indonesia yang berupa emas, sehingga terjadi aliran kepemilikan emas keluar yang menggerogoti cadangan emas kita. Dengan demikian gagasan menggantikan mata uang dengan dinar emas atau kembali pada sistem ekonomi neo klasik berbasis emas berdimensi jangka panjang daripada jangka pendek-menengah.
Emas dalam Perspektif Jangka Pendek-Menengah
Gagasan lain berupa transaksi perdagangan bilateral dengancurrency dinar emas sebagaimana yang digagas oleh Tan Sri Nor Mohamed Yackop dan Dr. Mahathir, bertumpu pada fungsi uang sebagai unit of account dan store of value. Intinya adalah bagaimana negara-negara muslim yang bertransaksi mendapatan manfaat peningkatan kekayaan cadangan emas sebagai hasil transaksinetto-nya.
            Emas memiliki fungsi uang yang sebenarnya yaitu store of value, dimana fungsi ini tidak dimiliki oleh fiat money. Sehingga pesan yang disampaikan dalam ekonomi Islam agar nilai kekayaan kita tetap atau bertambah adalah melalui emas. Meskipun dalam bahasa akuntansi kekayaan adalah modal ditambah hutang, namun yang dimaksud disini adalah kekayaan yang kita miliki sebenarnya berupa modal dikurangi hutang. Meskipun secara teori keuangan, hutang memiliki leverage yang lebih baik daripada modal untuk meningkatkan aset, namun teori itu berlaku bagi perusahaan ketika faktor biaya bunga menjadi pengurang pajak. Sedangkan dalam kehidupan bernegara kondisi yang kita hadapi adalah berbeda, kekayaan kita adalah seberapa mampu kita mandiri tanpa hutang, karena dengan hutang maka dapat terjadi intervensi kebijakan sebagaimana yang disampaikan oleh John Perkins.
Kekayaan bersih kita tercermin pada cadangan devisa yang kita miliki, yang menjadi tumpuan dalam mempertahankan stabilitas ekonomi nasional. Dengan demikian dalam jangka pendek-menengah, perlu menjadi pemikiran kita bersama agar cadangan devisa yang kita miliki selain harus selalu meningkat, juga perlu peningkatan cadangan kita dalam bentuk emas sehingga mengurangi ketergantungan terhadapdollar. The Fed merupakan pemilik kekayaan emas terbesar di dunia, demikian juga bank sentral China yang sering disebut memiliki daya tahan ekonomi yang kuat.
Penutup : Menciptakan Sinergi
Kekayaan bersih hanya bisa kita ciptakan apabila kita memiliki sumber pendapatan yang cukup dan tidak memiliki hutang yang permanen dan bersifat jangka panjang. Dengan demikian prioritas jangka pendek-menengah dalam implementasi ekonomi Islam adalah bagaimana agar Indonesia dapat segera melepaskan diri dari ketergantungan hutang, baik hutang dalam negeri maupun luar negeri. Untuk dapat membayar hutang-hutang dan meningkatkan kekayaan kita, maka diperlukan pengamanan terhadap aset-aset kita, profesionalisme pengelolaan kekayaan sumber daya alam dan meningkatkan aktivitas ekonomi khususnya sektor riil sehingga mengurangi ketergantungan impor. Ekspor juga perlu diarahkan secara konsisten menjadi lebih besar dari impor, yang selisih netto-nya dibayar dalam bentuk dinar emas apabila memungkinkan. Tidak salah apa yang disampaikan oleh para ekonom dan politisi kita, bahwa dukungan regulasi, stabilitas politik dan kepastian hukum, peningkatan kualitas SDM serta moralitas anti korupsi sangat diperlukan untuk penguatan ekonomi negara kita.
Sebagai catatan akhir, integrasi implementasi ekonomi Islam baik pada jangka pendek, menengah dan panjang akan efektif apabila ada perspektif yang sama dari praktisi perbankan syariah, ulama dan akademisi ekonomi Islam serta pengamat dan pejabat ekonomi. Masing-masing memiliki tugas dan tanggung jawab yang berbeda namun sebenarnya bersifat saling melengkapi dan saling mendukung. Meskipun tulisan ini tidak bersifat karya ilmiah yang memenuhi kaidah riset melalui pengembangan model ekonometrik serta statistik, namun setidaknya pemikiran ini bisa menjadi masukan dalam penyusunan Arsitektur Ekonomi Islam Indonesia. Wallahu a’lam bishawwab.

Wahyu Avianto
Praktisi Perbankan Syariah

No comments:

Post a Comment