Saturday, December 17, 2011

Borok Sistem Keuangan Moderen


Judul : Satanic Finance, True Conspiracies
Penulis : A. Riawan Amin
Penerbit : Celestial Publishing
Cetakan : 2007
Tebal : xvi + 150 hal
SISTEM keuangan moderen yang diterapkan dunia saat ini adalah “sistem setan”, demikian A. Riawan Amin menyebut dalam bukunya Satanic Finance, True Conspiracies. Menurut Direktur Utama Bank Muamalat Indonesia itu, sistem keuangan moderen adalah biang kerok kian bertambahnya jumlah orang miskin, pengangguran, inflasi dan pelbagai kekacauan moneter lainnya saat ini. Sistem ekonomi moderen memang tidak dibuat untuk memakmurkan umat manusia melainkan memiskinkan mereka demi mengabdi pada segelintir orang.
Membaca buku ini sungguh menyentak kesadaran karena Riawan membongkar pelbagai borok praktik keuangan moderen yang selama ini kita anggap benar dan final. Menurut Riawan, satanic finance itu hidup karena ditopang Three Pilars of Evil (tiga pilar setan). Pertama, fiat money –uang kertas. Kedua, fractional reserve requirement –cadangan wajib bank. Ketiga, interest –bunga.
Mari menyigi satu persatu. Pilar setan pertama adalah penciptaan uang kertas (fiat money). Menurut Riawan, dibalik pembuatan uang kertas terdapat muslihat. Uang kertas diciptakan dari ketiadaan karena penerbitannya tidak disokong emas atau perak. Uang kertas bernilai (dianggap bernilai) hanya karena diberi cetakan angka oleh otoritas moneter yang menerbitkannya. Sejatinya, ia hanya lembaran kertas biasa, tak beda dengan kertas cetakan lainnya.
Disebabkan terbuat dari ketiadaan, maka fiat money rentan spekulasi. Saat penciptaannya melebihi jumlah barang dan jasa yang bisa diproduksi maka inflasipun terjadi. Melalui fiat money pula, kolonialisasi moderen dijalankan. Tidak perlu serangan militer untuk menguasai negara lain.
Dolar AS, sebut buku ini, adalah contoh nyata bagaimana AS mudah menjajah dunia. Melalui sistem uang kertas, AS mempermainkan nilai mata uang negara-negara ketiga yang bersandar kepadanya. Penciptaan uang kertas adalah konspirasi. Pilar setan kedua, fractional reserve requirement (FRR) –kebijakan yang menempatkan bank sebagai pihak yang leluasa mengucurkan pinjaman (kredit) kepada deposan. Di sini, bank, termasuk bank sentral, ikut mencetak fiat money lalu menggandakannya.
Pilar kedua ini bertemali dengan pilar ketiga; interest (bunga) –praktik lumrah berikutnya dalam perbankan. Bunga dipungut oleh bank karena beberapa alasan: sebagai biaya servis atas transaksi pinjaman (utang) atau kompensasi mendapatkan hasil produktif bila uang tersebut diinvestasikan dalam bentuk lain.
Apapun alasannya, Taurat, Injil dan Al Quran melarang memungut bunga karena termasuk riba. Seluruh kitab agama langit itu sepakat, memungut riba (bunga) menyebabkan pelbagai kerusakan. Dalam praktiknya, bunga menuntut tercapainya pertumbuhan ekonomi yang terus menerus, kendati kondisi ekonomi aktual sudah jenuh. Bunga mendorong persaingan di antara para pemain dalam ekonomi. Bunga memosisikan kesejahteraan pada segelintir minoritas dengan memajaki kaum mayoritas. (hal. 48).
Bagaimana melawan satanic finance ini? Menurut Riawan, tidak perlu dilawan. Cukup beralih ke sistem lain yang sudah teruji yakni kembali menggunakan mata uang dinar emas dan dirham perak serta tinggalkan riba. Melalui dua hal ini maka “tiga pilar setan” akan runtuh dengan sendirinya. (hal. 112).
Dinar adalah koin emas murni seberat 4,25 gram; dirham adalah koin perak seberat 3 gram. Mata uang ini patut dikedepankan saat ini. Keduanya bernilai riil sebab terbuat dari logam mulia. Ini berbeda dengan uang kertas yang hakikatnya tak lebih dari kertas cetakan belaka. Potonglah sekeping dinar emas menjadi bagian-bagian kecil, seluruh bagiannya tetap berharga namun guntinglah selembar uang kertas maka ia sama sekali tak akan berguna.
Dinar-dirham juga stabil. Sejarah menunjukkan, mata uang ini tidak mengenal inflasi sementara fiat money adalah biangnya inflasi. Banyak kalangan menyebut dinar-dirham sebagai mata uang surga (the heavens currency). Maksudnya, bukan mata uang yang digunakan di surga melainkan sebagai penjaga keadilan yang menjadi salah satu ciri penghuni surga (hal. 107).
Dinar-dirham hanya sekadar nama. Esensinya, keduanya adalah logam berharga: emas dan perak. Sejarah menunjukkan, ribuan tahun peradaban manusia menempatkan emas dan perak sebagai alat moneter. Koin emas pertama kali digunakan 500 tahun sebelum masehi tatkala Raja Croesus berkuasa hingga ke era Julius Caesar dan Kaisar Nero. Dinar sendiri dikenal sebagai mata uang Byzantium dan dirham dari Persia. Belakangan, Nabi Muhammad SAW mengakuinya sebagai mata uang. Koin dinar emas dan dirham perak terakhir digunakan sebagai mata uang pada tahun 1924 seiring jatuhnya Kekhalifahan Osmaniah di Turki.
Tidak seperti buku ekonomi yang umumnya terkesan berat, membaca buku ini justru enteng. Dengan bahasa yang ringan, Riawan merangkai semua gagasannya melalui kisah suku Sukus dan Tukus yang hidup di pulau imajiner bernama Pulau Aya dan Pulau Baya. Melalui kisah mereka, alumnus Institut Teknologi New York dan Universitas Texas, AS itu mengajak pembaca menjelajahi sistem satanic finance, siapa koleganya, bagaimana trik dan dogmanya. Sepanjang penceritaannya, penulis buku laris The Celestial Management itu menghidupkan sosok setan sebagai tukang cerita. Lewat sudut pandang tokoh terkutuk inilah, Riawan membentangkan argumentasinya seputar carut-marut satanic finance.
Buku karya Director International Islamic Financial Market ini patut dibaca oleh siapapun yang menginginkan keluar dari kepengapan dan kekacauan sistem keuangan moderen saat ini. ***

No comments:

Post a Comment